Rabu, 25 November 2015

selamat hari guru



Harapanku, Menjadi Good Teacher
Menjadi guru sama dengan menjadi ibu. Pandai menginspirasi dan memotivasi. Jika surga di bawah telapak kaki ibu, ilmu bersama jari-jari seorang ibu.
Ungkapan tersebut patut disandarkan pada seorang guru. Dimana seorang guru sama spesialnya dengan seorang ibu. Perjuangan tidak mudah sebagai seorang guru dan ibu untuk menjadikan anak (didik) nya orang yang berguna.
Meskipun baru beberapa bulan yang lalu saya menyandang gelar sebagai guru, banyak cerita unik yang telah diberikan siswa kepada saya. Canda dan tawa anak-anak yang belum berdosa selalu hadir dalam keseharian, membuat saya semakin menikmati proses ini. Namun, jangan salah, banyak juga masalah-masalah yang hadir entah itu dari orang tua/wali murid dan dari siswa itu sendiri. Saya sebagai seorang pendidik memiliki tanggung jawab penuh terhadap akhlak siswa. Apalagi saya seorang guru SD kelas rendah (kelas 2), dimana masa-masa itu bukan capaian akademik yang menjadi prioritas pembelajaran, lebih dari itu kami –para guru SD- harus membangun pondasi karakter bagi anak didik. Karakter yang kami harapkan tidak lain karakter positif nan kuat yang akan menggantikan pucuk pimpinan negeri ini 30 tahun yang akan datang.
Selama kurang lebih 7 jam bersama siswa, saya tak ingin ketinggalan momen-momen bersama anak didik. Saya ingin mendengarkan semua ceritanya dan memberikan sedikit pesan/nasihat di sela-sela mereka bercerita. Saya ingin menjadi seorang guru yang selalu menginspirasi mereka dalam melakukan kebaikan. Saya ingin kelak dia melihat mereka menjadi orang sukses dibalut dengan akhlak yang mulia. Hanya itu harapan saya. Semoga Tuhan meridhai.
Pernah suatu kali, ada anak didik pindahan ke kelas yang saya ampu. Seorang anak perempuan gempal dan selalu mencari perhatian teman-teman dan gurunya. Tidak ada rasa takut dalam sorot matanya. Ketika pelajaran Baca Al-Quran (BAQ) –kebetulan sekolah kami menerapkan moving class- pernah beberapa kali bolos. saya mencarinya ke setiap sudut sekolah dan Alhamdulillah menjumpainya. Anak itu berada di tangga pojok sekolahan. “nak, apa yang kau lakukan di sini?” tanyaku. “nongkrong, bu” jawabnya dengan santai. Entah siapa yang mengajarinya menjawab seperti itu pada gurunya. Saya rasa selama di sekolah ini diterapkan tata karma dan sopan santun dalam berbicara pada orang yang lebih tua apalagi kepada gurunya. Lafadz istighfar saya sebut berulang kali dalam hati, sambil mengajaknya ke kantor guru. Anak ini memang berbeda dan perlu penanganan yang berbeda pula. Saya ingat betul, selama beberapa hari ini, setiap kali solat dhuhur berjamaah anak ini selalu mengganggu teman sebelahnya. Terkadang menyembunyikan kerudung, rukuh siswi lain, bahkan pernah menyembunyikan lembar jawab siswa lain ketika ulangan. Anak ini benar-benar butuh didikan yang sangat ekstra.
Setelah saya telisik tentang anak ini, ternyata bapak ibunya seorang yang super sibuk dengan pekerjaannya. Ibunya seorang dokter kandungan dan ayahnya seorang dekan di salah satu universitas terkemuka di Semarang. Tidak salah lagi putri kecil ini kekurangan perhatian dan didikan khususnya dari lingkungan rumah. Mulai saat itu, saya menambah porsi perhatian dan didikan kepada anak tersebut. Meskipun sampai tulisan ini saya buat, belum ada kemajuan signifikan pada dirinya, saya yakin lambat laun akan lebih patuh pada guru dan peraturan di sekolah.
Lain anak, lain lagi cerita yang terjadi. Dalam beberapa situasi terjadi pemahaman dan tindakan berbeda yang dilakukan setiap anak. Dalam hal ini, saya sebagai seorang guru dituntut untuk memahami kenapa anak melakukan hal tersebut. Dan sebisa mungkin memberikan control pada anak sekaligus perbaikan jika dirasa perbuatan yang dilakukan anak itu tidak benar. Di sisi lain juga, seorang guru harus adil bersikap pada semua anak didiknya. Menjadi guru itu mudah. Namun, menjadi good teacher/ guru yang baik, benar-benar tidak mudah. Saya merasakannya.
Pembelajaran di kelas, saya berusaha membuat semenarik mungkin. Agar anak didik mudah menerima materi dan merasa fun. Saya ingin membuat anak-anak merasa bahagia di kelas. Karena kebahagiaan yang akan memberikan energy positif yang sangat besar, untuk melakukan semua aktivitas termasuk pembelajaran. Kebahagiaan hati tidak bias digantikan dengan apapun termasuk uang dan hadiah. Lalu bagaimana saya bisa membuat anak-anak saya bahagia? Tentu dengan menjadi guru yang selalu menggembirakan jika dilihat, jika diajak bicara dan selalu menularkan energi positif. Tidak cemberut, selalu tampil manis dengan pakaian yang rapi, dan berkata-kata positif dan menarik hati.
Saat ini saya sedang jatuh cinta dengan Hernowo, seorang guru Bahasa dan Sastra Indonesia di sebuah SMA plus di Bandung sekaligus CEO di Mizan Learning Center. Semua karyanya saya buru di perpustakaan sekolah. Salah satu hal yang saya ingat dari beliau tentang ajaran AMBAK yang diambil dari Bobby DePorter dan Mike Hernacki. AMBAK merupakan akronim dari “Apa Manfaatnya Bagiku?”. Ajaran yang lain adalah tentang contextual learning dan pembelajaran dengan gaya bercerita. Dengan metode bercerita, anak-anak saya semakin memperhatikan dan merasa senang. Setiap kali saya berhenti bercerita, anak-anak meminta lagi dan lagi. Rasa penasaran mereka semakin tumbuh. Apalagi ketika pelajaran IPA yang menceritakan tentang hewan dan tumbuhan langka, saya menceritakan tentang keunikan tumbuhan kantong semar yang memakan serangga, anak-anak seakan tidak berkedip menatap mulut saya yang sedang bercerita. Nah, pada saat itulah saya mengajak dan mendorongnya untuk banyak membaca buku. Karena saya tau, ilmu yang diberikan di sekolah tidak bisa memberikan seluruh ilmu yang ada di dunia ini. Anak akan berkembang ilmunya dengan mencari sendiri di luar sekolah. Kalau hanya sekolah yang diandalkan dan tidak mencari ilmu lain di luar kelas, anak tidak akan berkembang.
Saya ingin membawa cahaya ilmu di kelas yang saya ampu. Tidak hanya ilmu kosong yang sampai pada anak, namun ilmu yang dipenuhi dengan cahaya. Seperti kata Nabi SAW, al-ilmu nuurun. Ilmu itu bercahaya. Bagaimana ilmu itu bisa dikatakan bercahaya? Jika ilmu itu mampu membuat orang yang memilikinya menjadi lebih baik.  Menyadur dari buku Hernowo, tentang ilmu itu bercahaya, bahwa anak didik akan semakin baik cara berpikirnya, serta sikapnya. Seperti kata Nabi lagi, al-ilmu bilaa amalin kasyajari bilaa tsamarin. Ilmu yang tidak diamalkan, seperti halnya pohon yang tidak berbuah. 
Tulisan ini lebih banyak berisi harapan dan keinginan saya menjadi guru yang baik. Karena saya sadar, saya belum bisa menjadi guru yang baik. Saya hanya bisa bertukar pikiran dan sharing dengan siapa saja dan melalui media apa saja. Masih banyak yang harus saya lakukan untuk memperbaiki diri saya menjadi guru yang baik, guru yang bijak, dan guru yang menginspirasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar